Oneday, saya menjalani ujian mata kuliah Manajemen Strategi di salah satu Universitas Swasta di Yogyakarta. Saya tidak berniat untuk menyontek atau memberi contekan saat itu. Apalagi pengawasnya terlihat galak, killer, atau apapun itulah sebutannya. Setengah jam waktu berlalu saya gunakan untuk mengerjakan soal sebaik-baiknya dan yang terpenting, sebisanya. hehe. Setelah satu berlalu, tiba-tiba teman saya memanggil saya dari samping dan bertanya jawaban salah satu nomor di soal ujian itu. Saya tidak berpikir panjang, seakan buta akan keadaan, saya menjalankan akan trik saya memberi contekan padanya. Belum sempat memberi contekan padanya, teman saya yang lain berbisik pada saya dan meminta jawaban soal pada nomor yang sama. Refleks karena kebetulan teman saya yang pertama belum menoleh, jadi saya memberi contekan pada teman saya yang kedua. Entah karena memang sial, karena kebodohan, atau karena nyentriknya teman saya yang berbisik tadi, si pengawas killer melihatnya dan menghampiri saya dan teman saya yang kedua. Saya pun berpura-pura serius mengerjakan soal. Tapi apa boleh buat, ternyata yang dilakukan pengawas itu mencatat nomor ujian kami berdua dan membawa barang bukti yang ada.
Praktis saya yang notabene tidak suka mencari masalah dan tidak mau bermasalah, shock berat menghadapinya. Wajar saja jika selesai ujian, tangis itu tak tertahankan dan jatuh ke pipi saya yang manis ini setelah sebelumnya saya menyangkal pada pengawas kalau saya melakukan kecurangan. =')
Menyangkal, ya, menyangkal. Satu sikap itu yang mengganggu pikiran saya. Kenapa saya harus menyangkal. Kenapa saya tidak mengaku. Tidak cuma itu yang mengganggu pikiran saya, akan tetapi juga nilai saya yang terancam mendapat nilai E.
Saya terus mencari jalan keluar meskipun saya sudah lemas memikirkannya saja. Jalan keluar itu saya cari dengan bertanya kesana kemari, dan akhirnya pertanyaan saya berakhir pada seorang teman saya yang mengatakan bahwa saya harus ber-TANGGUNGJAWAB terhadap apa yang telah saya lakukan. Dia mengatakan, jika saya berani berbuat sesuatu yang ber-RISIKO itu, harusnya saya pun harus BERANI menerima AKIBATNYA. Salah satu teman saya yang lain setelah itu pun berkata sama, dengan menyarankan saya untuk TANGGUNGJAWAB. Dia juga menyarankan saya untuk menghadap dosen yang bersangkutan dan mengakui semuanya.
Berdasarkan pengalaman ini, saya belajar untuk mengenal lagi makna TANGGUNGJAWAB.